Glitter Photos

Minggu, 07 Desember 2008

Kuota 30 Persen Perempuan Sulit Terpenuhi

Sekretaris Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Shelly Adelina, di Pontianak Sabtu (6/12) mengatakan kuota tiga puluh persen keterwakilan perempuan di legislatif sulit untuk dipenuhi pada pemilu 2009 mendatang.

Hal tersebut menurut Selly dikarenakan perempuan yang diusung oleh partai hampir rata-rata tidak memiliki kompetensi baik dan bukan figure dikenal masyarakat.

“Partai Politik merekrut perempuan menjadi calon anggota legislative belum melihat berdasarkan kemampuan. Namun, lebih pada persoalan memenuhi amanah UU yang mewajibkan partai mengakomodir keterwakilan 30 persen perempuan,” jelasnya usai menjadi pembicara dalam acara Capacity Building bagi Lembaga Masyarakat Melalui Sosialisasi UU Politik dalam Rangka Penguatan Jaringan Kelembagaan, diselenggarakan Badan Pemuda Olahraga dan Pemberdayaan Perempuan (Bapora PP) Kalimantan Barat.

Selly menilai saat ini Parpol hanya mampu merekrut kader wanita untuk menjadi calon legislatif saja. Tanpa ada program pemberdayaan dan peningkatan kualitas kader perempuan di Partai. Akibatnya hampir semua partai, tidak memiliki kader perempuan yang berkualitas dan dapat menjadi figure di masyarakat.

“Sehingga para pemilih enggan memilih calon legislatif dari perempuan,” lanjutnya.

Kurangnya keterwakilan perempuan dalam parlemen nanti menurut Selly, perempuan yang ditempatkan dalam Daftar Calon Tetap tidak pada nomor jadi.

“Mereka (Perempuan, red) ditempatkan hanya pada nomor-nomor kelipatan tiga. Kalau tidak tiga, enam, sembilan dan seterusnya,” ungkap Selly.

Hasilnya sudah dapat dipastikan keterwakilan perempuan di legislatif hasil pemilu 2009 tidak akan maksimal. Bahkan Selly memperhitungkan keterwakilan perempuan pada pemilu 2009 mendatang tidak lebih dari 15 persen.

Kalaupun ada parpol yang mencalonkan perempuan dalam DCT pada nomor urut jadi atau lebih dari 30 persen merupakan partai baru atau partai kecil. Berlakunya parliamentary threshold (PT) 2,5 persen di UU Pemilu 2009 nanti juga akan berpengaruh terhadap keterwakilan perempuan DPR RI.

“Parpol kecil gagal memenuhi syarat parliamentary threshold (PT) 2,5 persen tidak akan mendapatkan kursi di DPR RI. Sehingga perempuan yang menjadi bagian di dalamnya juga kehilangan peluang,” kata Selly, yang juga pengarang buku Perempuan ayo berpolitik, jadilah pemimpin : sebuah cerita ini.

Selly menambahkan peluang lebih besar ada pada Caleg perempuan yang dicalonkan parpol besar dan menengah. Namun, perempuan dalam parpol besar harus bersaing ketat dengan laki-laki dalam penempatan nomor jadi.

“Sehingga hanya segelintir saja perempuan yang menempati nomor urut jadi, dan dipastikan terpilih dalam pemilu 2009 nanti,” imbuhnya.

Segelintir harapan bagi caleg perempuan di DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebab parliamentary threshold (PT) 2,5 persen tidak berlaku untuk DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

“Kemungkinan besar peluang caleg perempuan untuk jadi hanya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jumlahnya juga pasti tidak besar. Tapi kita berharap ada perwakilan perempuan dalam setiap DPRD semua tingkatan tersebut,” harapnya.

Dari hasil pemilu 2004 keterwakilan perempuan seluruh Nasional sebagai anggota DPR RI hanya 11, 6 persen dari 550 orang. Di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebesar 21 persen, DPRD Provinsi hanya lima persen dan DPRD Kab/Kota hanya sebesar dua persen.

Di Kalimantan Barat untuk DPRD Provinsi dari 55 orang anggota DPRD hanya empat orang perempuan. Di Kota Singkawang terdapat 4 orang perempuan sebagai anggota DPRD dari 25 orang anggota. Sedangkan di Kota Pontianak tak satupun terdapat perwakilan perempuan dalam jajaran anggota DPRD Kota Pontianak hasil pemilu 2004 silam.

Tidak ada komentar: