Glitter Photos

Minggu, 07 Desember 2008

Menjadikan Kota Layak Bagi Anak


Udara tengah hari di Kota Pontianak begitu menyengat. Kota yang terletak di garis Khatulistiwa ini, melengaskan kulit para penghuninya. Panas dan terik. Bayangan seolah tak nampak, bila waktu menunjukkan pukul 12 siang. 

Seperti biasa, hilir mudik kendaraan roda dua dan empat seperti tak ada putusnya di perempatan lampu merah Jalan A. Yani. Mereka saling memacu. Seakan berusaha menghindar dari sengatan matahari yang bersinar terik. 

Pas di perempatan lampu merah, kendaraan mulai berhenti. Seorang bocah bertubuh mungil mulai beraksi. Menadahkan tangan mungilnya yang menjinjing gelas plastik bekas air mineral. 

Namanya, Ian. Badannya ceking. Kulit hitam, karena sering terbakar matahari. Siang itu, dia mengenakan baju kaos putih. Baju itu tampak kumal, karena sering dicuci. Celananya berwarna hitam. Warnanya telah pudar. Ia tak mengenakan alas kaki. 

Bisa dibayangkan. Ditengah terik seperti itu, betapa panas mendera tapak kaki bocah kecil ini. Kaki-kaki itu pun terlihat kumal. Dekil.

Ia harus berada di jalanan tiap hari. Dari pagi hingga menjelang malam. Ia selalu berada di perempatan itu, demi mendapatkan sejumlah recehan dari pengendara yang merasa iba padanya. Itu pun tak semua. Hanya beberapa orang mengulurkan tangan. Memberinya uang pecahan seratus atau dua ratus rupiah.

Bocah kecil berumur enam tahun itu, harus mencari nafkah. Aneh, bocah yang masih kecil itu, harus berjuang mencari sejumput rejeki. Pada mereka yang menaruh iba dan belas kasihan padanya. Apa mau dikata. Nasib baik tak berpihak padanya. 

Orang tua membiarkan dirinya, mencari recehan di jalan. Alasan ekonomi menjadi faktor utama. Padahal, pemerintah selalu memprogramkan tentang pembangunan dan pendidikan. Namun, semua itu seolah hanya berkutat dari program satu ke program lainnya. Tanpa ada solusi langsung dan mengena pada nasib anak-anak seperti Ian.

Ketika ditanya tentang sekolah, dia hanya menggeleng. Matanya menatap kedepan dengan pandangan kosong. “Ndak sekolah, kak. Tak ada duit,” ujarnya lirih, seraya berlari kembali melintas kendaraan roda dua dan empat yang berhenti, kala itu.

Di Pontianak, anak bernasib seperti Ian, cukup banyak. Namun, tentu tak sebanyak di Kota besar. Misalnya, Jakarta. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak pada 2007, terdapat 75.000 anak jalanan di Jakarta. Sisanya tersebar di kota besar lainnya. Seperti, Medan, Palembang, Batam, Serang, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar.

Data terakhir dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) menyebutkan bahwa 60 persen anak jalanan bersekolah. Sisanya, 40 persen tidak sekolah. 

Data Unicef pada 2007, menyatakan baha 43,24 persen anak Indonesia tinggal di perkotaan dengan pertumbuhan per tahunnya 4,4 persen. Dengan begitu, tentunya perhatian terhadap anak menjadi penting.

Sebuah ironi melihat banyaknya anak berada di perkotaan dan tinggal setiap hari berada di jalanan. Perhatian terhadap anak penting, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa. Nasib bangsa kedepan ada di tangan anak-anak bangsa Indonesia ini.

Kepala Bidang Kesejahteraan dan Pemberdayan Perempuan (Kesra PP) Setda Kota Pontianak, Herawati mengatakan, Kota Pontianak terpilih menjadi Kota Layak Anak (KLA) pada 2008. 

“Dari 33 Provinsi di Indonesia Kota Pontianak termasuk dalam 15 Kota yang terpilih sebagai KLA,” katanya.

KLA adalah kota yang dapat menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Anak sebagai warga kota, memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, baik secara pribadi maupun terwakilkan. Terkait dengan kebijakan pengembangan kota, fasilitas kota dan pelayanan kota.

Setiap anak dalam KLA mempunyai kesempatan berperan serta dalam kehidupan keluarga, dan komunitas sosial lainnya. Juga, mendapatkan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. 

Dengan adanya KLA, diharapkan dapat mengembangkan kebijakan tentang lingkungan yang layak bagi anak. Memobilisasi semua mitra kerja potensial di kabupaten/kota, untuk perhatian terhadap anak.

Kota Pontianak menuju KLA, akan disosialisasikan pada, Senin (24/11). Dengan adanya KLA, diharapkan anak-anak jalanan seperti Ian, akan mendapat perhatian intensif dari pemerintah. 

Bagaimanapun, anak adalah generasi penerus yang wajib dilindungi, serta dijaga martabat, kehormatan dan harga dirinya. Baik secara hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Karenanya, selain orang tua, pemerintah juga berkewajiban menjamin dan memberikan perlindungan kepada anak. 

”Orang tua harus memberikan hak kepada anak, agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta berprestasi layaknya anak-anak,” kata Herawati.□


Tidak ada komentar: